KRMI GMI Gloria
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
KRMI GMI Gloria

Bangkit dan Bercahayalah. .
 
IndeksGalleryLatest imagesPendaftaranLogin

 

 Aku Menangis untuk Adikku 6 Kali

Go down 
2 posters
PengirimMessage
†F1n4LVann™

†F1n4LVann™


Jumlah posting : 540
Age : 35
Location : † MeDaN †
Registration date : 29.09.08

Aku Menangis untuk Adikku 6 Kali Empty
PostSubyek: Aku Menangis untuk Adikku 6 Kali   Aku Menangis untuk Adikku 6 Kali Icon_minitimeFri Feb 20, 2009 4:25 am

Aku Menangis untuk Adikku 6 Kali

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang

sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku

membajak tanah kering kuning, dan punggung

mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai

seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.


Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang

mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya

membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci

ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat

adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan

sebuah tongkat bambu di tangannya.

"Siapa yang mencuri uang itu?"

Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk

berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun

mengaku, jadi Beliau mengatakan,

"Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!"

Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi.

Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan

berkata,

"Ayah, aku yang melakukannya!"


Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku

bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus

menerus mencambukinya sampai Beliau

kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas

ranjang batu bata kami dan memarahi,

"Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang,

hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di

masa mendatang? ... Kamu layak dipukul sampai

mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!"


Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam

pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia

tidak menitikkan air mata setetes pun.

Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai

menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku

dengan tangan kecilnya dan berkata,

"Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya

sudah terjadi."


Aku masih selalu membenci diriku karena tidak

memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku.

Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut

masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak

pernah akan lupa tampang adikku ketika ia

melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun.

Aku berusia 11.


Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di

SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat

kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima

untuk masuk ke sebuah universitas propinsi.

Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap

rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus.

Saya mendengarnya memberengut,

"Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu

baik...hasil yang begitu baik..."

Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan

menghela nafas,

"Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa

membiayai keduanya sekaligus?"


Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan

ayah dan berkata,

"Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi,

telah cukup membaca banyak buku."

Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku

pada wajahnya.

"Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat

lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis

di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua

sampai selesai!"

Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di

dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan

tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku

yang membengkak, dan berkata,

"Seorang anak laki-laki harus meneruskan

sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah

meninggalkan jurang kemiskinan ini."

Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi

meneruskan ke universitas.


Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh

datang, adikku meninggalkan rumah dengan

beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang

yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping

ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas

bantalku:

"Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya

akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang."


Aku memegang kertas tersebut di atas tempat

tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran

sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17

tahun. Aku 20.


Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun,

dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut

semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku

akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas).

Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika

teman sekamarku masuk dan memberitahukan,

"Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar

sana!"


Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku?

Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh,

seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan

pasir. Aku menanyakannya,

"Mengapa kamu tidak bilang pada teman

sekamarku kamu adalah adikku?"

Dia menjawab, tersenyum,

"Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan

mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu?

Apa mereka tidak akan menertawakanmu?"


Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi

mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku

semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku,

"Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu

adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku

bagaimana pun penampilanmu..."


Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut

berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku,

dan terus menjelaskan,

"Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi

saya pikir kamu juga harus memiliki satu."

Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi.

Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan

menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20.

Aku 23.


Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca

jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih

di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari

seperti gadis kecil di depan ibuku.

"Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak

waktu untuk membersihkan rumah kita!"

Tetapi katanya, sambil tersenyum,

"Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk

membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat

luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang

kaca jendela baru itu.."


Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat

mukanya yang kurus, seratus jarum terasa

menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada

lukanya dan mebalut lukanya.

"Apakah itu sakit?" Aku menanyakannya.

"Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja

di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada

kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak

menghentikanku bekerja dan..."

Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan

tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir

deras turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23.

Aku berusia 26.


Ketika aku menikah, aku tinggal di kota.

Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang

tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi

mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan,

sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu

harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga,

mengatakan,

"Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu

dan ayah di sini."


Suamiku menjadi direktur pabriknya.

Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan

sebagai manajer pada departemen pemeliharaan.

Tetapi adikku menolak tawaran tersebut.

Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja

reparasi.


Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk

memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat

sengatan listrik, dan masuk rumah sakit.

Suamiku dan aku pergi menjenguknya.

Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu,

"Mengapa kamu menolak menjadi manajer?

Manajer tidak akan pernah harus melakukan

sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu

sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu

tidak mau mendengar kami sebelumnya?"


Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia

membela keputusannya.

"Pikirkan kakak ipar--ia baru saja jadi direktur, dan

saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi

manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan

dikirimkan?"


Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian

keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah:

"Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!"



"Mengapa membicarakan masa lalu?"

Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia

berusia 26 dan aku 29.


Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi

seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara

pernikahannya, pembawa acara perayaan itu

bertanya kepadanya,

"Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?"

Tanpa bahkan berpikir ia menjawab,

"Kakakku."


Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah

kisah yang bahkan tidak dapat kuingat.

"Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada

dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya

berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan

pulang ke rumah. Suatu hari, Saya kehilangan satu

dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu

dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan

berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah,

tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang

begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang

sumpitnya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama

saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan

baik kepadanya."


Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu

memalingkan perhatiannya kepadaku.


Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku,

"Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima

kasih adalah adikku."

Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini,

di depan kerumunan perayaan ini, air mata

bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.



Diterjemahkan dari : "I cried for my brother six

times"

http://www.e-samarinda.com/forum/index.php?showtopic=950
Kembali Ke Atas Go down
http://profiles.friendster.com/vann3289
CT Yumin

CT Yumin


Jumlah posting : 672
Location : medan
Registration date : 15.09.08

Aku Menangis untuk Adikku 6 Kali Empty
PostSubyek: Re: Aku Menangis untuk Adikku 6 Kali   Aku Menangis untuk Adikku 6 Kali Icon_minitimeMon Feb 23, 2009 4:06 am

ada yang menangis buat ct ga ya??? Laughing
Kembali Ke Atas Go down
 
Aku Menangis untuk Adikku 6 Kali
Kembali Ke Atas 
Halaman 1 dari 1
 Similar topics
-
» Untuk apa melakukan Pelayanan....
» untuk apa saya ke gereja setiap minggu??
» Orang yang memilih untuk tak menikah
» waktu usia berapa lu pertama kali jatuh cinta (termasuk cinta monyet)?

Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
KRMI GMI Gloria :: All About Faith-
Navigasi: